Tampilkan postingan dengan label Jurnalistik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jurnalistik. Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 November 2013

Tulisan FEATURE

Meriahnya Bedah Buku dan Bedah Film
“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”

Para pengisi acara (dari kiri): Bunda, Geisha Shandy, Herjunot Ali, Fia (pembawa acara), Dani, dan Naila Fauzia Hamka.

Dengan mengangkat tema “Dive The Book, Dive The World”, Ikatan Mahasiswa Ilmu Perpustakaan UI mengadakan serentetan acara yang diadakan mulai hari Rabu, 6 November 2013 hingga 8 November 2013. Salah satu dari sekian rangkaian acara yang diadakan adalah acara Bedah Buku dan Roadshow Film “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”. Acara tersebut diselenggarakan pada hari kedua, yaitu hari Kamis, 7 November 2013 di Gedung 9 FIB UI pukul 13.00 sampai 16.00. Untuk memeriahkan acara bedah buku dan roadshow film tersebut pihak panitia mengundang beberapa pihak yang terkait dengan buku dan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, diantaranya Naila Fauzia Hamka sebagai cucu dari penulis buku (Alm. Buya Hamka), Dani sebagai perwakilan Balai Pustaka, penerbit buku, dan Herjunot Ali dan Geisha Shandy sebagai pemeran utama dan pembantu dalam film yang berjudul sama dengan bukunya.

Walaupun acara yang menghadirkan Herjunot Ali ini akan dimulai pada pukul 13.00 dan open gate akan dilakukan pada pukul 12.30, para partisipan acara telah mengular di depan pintu ruang acara pada pukul 12.00. Sebagian besar dari mereka mengaku menghadiri acara ini bukan karena acara bedah bukunya melainkan karena akan hadirnya Herjunot Ali. Bahkan ada salah satu partisipan yang berseloroh akan membakar gedung FIB UI ini jika seandainya Herjunot Ali batal menghadiri acara yang terbuka untuk umum ini.

Detik-detik menjelang pintu ruang acara akan dilakukan, para partisipan saling berebut untuk memasuki ruang acara tanpa dikomando. Bahkan ketika pintu belum sempurna terbuka, mereka telah memaksa masuk. Alhasil, para panitia yang bertugas dalam open gate ini hanya bisa pasrah menghadapi puluhan remaja yang masuk dan membanjiri ruang acara dengan seketika. Mereka yang telah berhasil masuk dengan segera memilih spot yang tepat untuk mereka tempati. Menit demi menit, ruang acara telah disesaki oleh puluhan remaja dan beberapa diantaranya laki-laki. Tepat pukul 1, pembawa acara menaiki panggung dan mulai memimpin acara.

Sebagai permulaan, Naila Fauzia Hamka dan Dani menjadi pembicara yang membicarakan tentang buku karangan Buya Hamka tersebut. Para partisipan menanyakan beberapa pertanyaan dan Ibu Naila serta Bapak Dani menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hingga ketika sang pembawa acara memanggil para pemain film yang diadaptasi oleh novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, para partisipan mulai menjerit-jerit histeris terutama saat nama Herjunot Ali disebutkan. Ditambah lagi saat melihat sosok tinggi, putih itu, para partisipan yang didominasi oleh remaja perempuan ini kembali menjerit histeris dan jeritan kali ini lebih memekakkan telinga daripada jeritan-jeritan sebelumnya. Saat aktor muda tersebut menempati tempat duduknya, ruang acara menjadi lebih terkendali. Namun, suara-suara jeritan kekaguman kembali terdengar tatkala sang aktor berdiri untuk menceritakan pengalamannya selama memerankan pemeran utama, Zainudin, dalam film yang akan tayang perdana di bioskop-bioskop Indonesia tanggal 19 Desember nanti.

Hampir sepanjang acara, suara jejeritan para gadis remaja terus membahana di ruang acara. Bahkan saat beberapa partisipan yang tunjuk tangan dan beruntung naik ke atas panggung, jeritan kembali membahana. Bisa dipastikan jeritan kali ini berasal dari mereka yang tidak beruntung naik ke panggung untuk sekadar berjabat tangan atau berfoto dengan Herjunot Ali. Hingga pukul 15.30, Herjunot Ali dan Geisha Shandy yang berperan sebagai Khadijah sibuk menjawab pertanyaan. Dan acara pun diakhiri dengan pemberian kaus, poster dan novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck oleh Junot, sapaan akrab Herjunot Ali, dan Geisha pada mereka yang beruntung tanpa memberikan pertanyaan.

Acara pun selesai lebih cepat dari yang dijadwalkan, yaitu pukul 15.30. Para partisipan segera berhamburan keluar. Beberapa diantara mereka ada yang segera menuju pintu keluar backstage guna mengadu keberuntungan bertemu dengan Junot diluar acara dan meminta foto bersama. Namun, mereka harus gigit jari karena tidak bertemu dengan sang aktor sesuai dengan keinginan mereka.

Tulisan NEWS

Idul Adha, Stasiun Pondok Cina Sepi
Suasana stasiun Pondok Cina saat Hari Raya Idul Adha, Selasa, 15 Oktober 2013.
Selasa, 15 Oktober 2013 merupakan Hari Raya Idul Adha bagi umat Islam. Dalam rangka merayakan hari raya umat Islam yang terjadi setahun sekali tersebut, sebagian besar perusahaan-perusahaan meliburkan para karyawannya. Hal itu menyebabkan berkurangnya pengguna kendaraan umum, terutama KRL Commuter Line Jabodetabek. Hal tersebut terbukti dengan sepinya stasiun Pondok Cina, Depok dari pengguna KRL Commuter Line Jabodetabek.
Sekitar pukul 10.00 WIB, stasiun Pondok Cina masih sepi dari pengguna kereta padahal pada hari-hari biasa dan pada jam yang sama pengguna KRL Commuter Line tidak sesepi hari ini. Bahkan tempat parkir kendaraan motor dan mobil di stasiun Pondok Cina pun tidak sepenuh pada hari-hari biasa. Jika pada hari biasa tempat parkir kendaraan motor dan mobil selalu penuh, hari ini hanya separo dari luas tempat parkir yang digunakan.
Tidak berbeda jauh dengan keadaan tempat parkir yang sepi dari kendaraan-kendaraan pribadi, peron stasiun Pondok Cina tidak sepadat hari-hari lainnya. Hanya ada segelintir orang yang duduk dan menunggu datangnya kereta. Beberapa diantara mereka hendak bekerja karena kebijakan perusahaan mereka yang tidak meliburkan karyawannya. Dan beberapa lainnya akan bersilaturahim ke rumah saudara-saudara mereka di sekitar wilayah Jabodetabek.
Hal yang sama juga terjadi di dalam KRL Commuter Line Jabodetabek. Kita bahkan bisa memilih tempat duduk dimanapun kita suka dikarenakan sedikitnya penumpang KRL. Bahkan ada anak-anak yang asyik berlarian bersama teman-temannya di sepanjang gerbong kereta.

Tulisan INVESTIGASI

Pelayanan Apakah yang Paling Diminati oleh Pelanggan Salon Wanita di Kampung Gedong, Beji, Depok?

Untuk menjawab pertanyaan diatas, saya melakukan pengamatan pada salah satu salon khusus wanita yang berlokasi di Kampung Gedong, Beji, Depok selama 10 hari mulai tanggal 6 November 2013 hingga 15 November 2013. Hasil pengamatannya adalah sebagai berikut:

Hari 1
Pelanggan yang datang ke Salon Wanita sebanyak 3 orang dan ketiganya ingin dipijat tradisional dan atau lulur. Pelanggan pertama dipijat tradisional sekitar pukul 12.30. Pelanggan kedua dipijat tradisional sekitar pukul 16.00 dan pelanggan terakhir di pijat dan lulur pada pukul 19.30.

Hari 2
Ada 2 pelanggan yang datang ke Salon Wanita dengan pelayanan yang berbeda. Yang pertama datang sekitar pukul 10.00 untuk dipijat dan lulur. Pelanggan kedua datang sekitar pukul 14.00 untuk di creambath.

Hari 3
Hanya ada 1 pelanggan yang datang dan ingin dipotongkan rambutnya.

Hari 4
1 pelanggan ingin dipijat dan lulur.

Hari 5
1 pelanggan dengan pelayanan pijat dan lulur.

Hari 6
1 orang pelanggan yang ingin dipijat dan lulur.

Hari 7
Seorang pelanggan dengan pelayanan pijat dan lulur.

Hari 8
Terdapat 2 orang yang datang ke Salon Wanita. Pelanggan pertama datang untuk dipijat dan lulur. Pelanggan kedua datang untuk dipijat dan lulur serta creambath.

Hari 9
Tidak ada pelanggan datang.

Hari 10
Tidak ada pelanggan.

Dari hasil pengamatan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan yang paling diminati oleh pelanggan Salon Wanita adalah pijat tradisional dan atau lulur. Hal itu terbukti dengan selama pengamatan berlangsung, yaitu 10 hari, lebih banyak pelanggan yang meminta dipijat dan dilulur, yaitu sebanyak 10 orang. Sedangkan pelanggan yang di creambath hanya ada 2 orang dan pelanggan yang dipotong rambutnya ada 1 orang.

Mengetahui hasil pengamatan ini, saya melakukan sedikit wawancara dengan salah seorang pelanggan pijat dan lulur di Salon Wanita. Dian (35 tahun) mengatakan bahwa pijatan Ibu Juju, karyawan di salon miliknya sendiri, tidak seperti pijatan salon, tetapi seperti pijatan yang memang dikhususkan untuk pengobatan.

Rabu, 16 Oktober 2013

Tulisan OPINI

Kecelakaan Tol Jagorawi: Siapa yang patut disalahkan?

Tol Jagorawi KM 8 pasca kecelakaan.

Minggu, 8 September 2013 sekitar pukul 00.45 WIB, Abdul Qadir Jaelani, salah seorang anak musisi ternama Ahmad Dhani, mengalami kecelakaan di Tol Jagorawi. Dul, sapaan karib Abdul Qadir Jaelani, mengalami kecelakaan sepulangnya mengantar kekasihnya, yang akrab disapa Karin, di daerah Cibubur. Diduga mobil Lancer B 80 SAL yang dikendarai Dul melaju dengan kecepatan 176 km/jam pada dua detik sebelum kecelakaan terjadi. Mobil tersebut melayang ke arah jalur yang berlawanan dan menabrak mobil Gran Max B 1349 TFN dan Avanza B 1882 UZJ. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 15 korban jiwa, 7 diantaranya meninggal dunia dan 8 korban lainnya, termasuk Dul, mengalami luka-luka dan di rawat di Rumah Sakit. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, polisi pun menetapkan Dul, yang masih dibawah umur, sebagai tersangka.

Penetapan Dul sebagai tersangka pun menjadi buah bibir di kalangan masyarakat. Ada yang berpendapat bahwa kecelakaan tersebut merupakan kesalahan dari pihak orang tua yang lalai dalam menjaga anaknya, dan beberapa berpendapat bahwa kecelakaan tersebut merupakan murni sebuah kecelakaan dan tidak ada pihak yang patut disalahkan. Namun menurut pendapat saya pribadi, kecelakaan tersebut adalah akibat dari kelalaian orang tua.

Seperti yang kita tahu bahwa kedua orang tua Dul, Ahmad Dhani dan Maia Estianti, telah lama berpisah dan ketiga anak-anak mereka – Al, El, Dul – tinggal bersama sang Ayah, Ahmad Dhani. Menurut saya, Ahmad Dhani sebagai orang tua telah lalai dalam menjaga Dul. Terbukti bahwa, pada usianya yang masih 13 tahun Dul sudah bisa mengendarai mobil tanpa sepengetahuan sang Ayah. Ahmad Dhani telah menegaskan bahwa ia telah memberikan sebuah mobil untuk setiap anak-anaknya lengkap dengan sopir pribadi. Tapi kenyataannya, Dul mengendarai mobil kakaknya, Al, pada dini hari tanpa bantuan sang sopir pribadi. Selain Ahmad Dhani, pihak-pihak yang menurut saya patut disalahkan adalah keluarga terdekat Dul yang mengetahui Dul bisa mengendarai mobil lantas membiarkannya mengendarai mobil melewati jalan tol. Dalam wawancaranya, Al, kakak Dul mengakui bahwa dirinya mengetahui Dul hendak mengantar kekasihnya dengan mobil Lancernya. Alasan Al mengijinkan Dul mengendarai mobilnya karena diperkirakan pada dini hari itu tidak ada polisi yang sedang melakukan razia, sehingga kemungkinan Dul untuk tertangkap polisi sangat kecil.

Jadi, menurut saya dalam kecelakaan Tol Jagorawi ini, pihak yang patut disalahkan adalah orang-orang terdekat Dul yang mengetahui Dul bisa mengendarai mobil lantas membiarkannya mengendarai mobil di jalan raya padahal usianya belum genap 17 tahun.