Kewirausahaan memiliki arti yang
berbeda-beda antar para ahli atau sumber acuan karena berbeda-beda titik berat
dan penekanannya. Misalnya, Richard Cantillon (1775) mendefinisikan kewirausahaan
sebagai bekerja sendiri (self-employment).
Seorang wirausahawan membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya
pada masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi, definisi ini lebih
menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian. Berbeda
dengan para ahli lainnya, Penrose (1963) berpendapat bahwa kegiatan
kewirausahaan mencakup identifikasi peluang-peluang di dalam sistem ekonomi,
sedangkan menurut Harvey Leibenstein (1968, 1979) kewirausahaan mencakup
kegiatan yang dibutuhkan untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada
saat semua pasar belum terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas atau
komponen fungsinya produksinya belum diketahui sepenuhnya. Dan menurut Peter
Drucker, kewira-usahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda. Orang yang melakukan kegiatan kewirausahaan disebut wirausahawan.
Para wirausahawan mempunyai cara berfikir yang berbeda dari manusia pada
umumnya. Mereka mempunyai motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang
sangat terkait dengan nilai-nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul.
Menurut Carol Noore yang dikutip
oleh Bygrave, proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari pribadi maupun dari
luar pribadi, seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan dan
lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk ‘locus of controls’, kreativitas, keinovasian, implementasi, dan
pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausahawan yang besar. Secara internal,
keinovasian dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu, seperti locus of controls, toleransi,
nilai-nilai, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
berasal dari lingkungan yang mempengaruhi, diantaranya model peran, aktivitas,
dan peluang. Oleh karena itu, inovasi berkembang menjadi kewirausahaan melalui
proses yang dipengaruhi oleh lingkungan, organisasi dan keluarga.
Orientasi kewirausahaan menekankan
pada peluang. “Saya akan mencari peluang, dan tugas administratif mendasar yang
saya lakukan adalah mendapatkan sumber daya guna mengejar peluang tersebut.” Namun,
seorang wirausahawan tidak harus selalu menghasilkan sesuatu yang sebelumnya
belum pernah ada (breaking new ground).
Peluang juga dapat ditemukan melalui perpaduan dari ide-ide yang sudah ada atau
di dalam aplikasi kreatif dari pendekatan-pendekatan tradisional. Tekanan-tekanan
yang mencari peluang-peluang baru dipicu oleh peluang-peluang yang semakin
menghilang. Tidak mungkin lagi meraih kesuksesan dengan hanya semata-mata
menambahkan pilihan-pilihan baru terhadap produk-produk lama. Juga terjadinya
perubahan yang cepat dalam bidang teknologi, selera pelanggan, nilai-nilai
sosial, serta peran-peran politik.
Seorang wirausahawan tidak cukup
hanya memiliki sifat kreatif dan inovatif, tetapi bersedia untuk mengambil
tindakan dalam kerangka waktu yang sangat singkat serta memanfaatkan peluang
dengan cepat. Barangkali tindakan yang diambil tidak selalu efektif, namun
mereka mampu untuk mengikatkan diri dalam komitmen dengan cara-cara yang
sedikit revolusioner. Hanya semata-mata berani mengambil resiko tidak akan
berujung kepada kesuksesan. Faktor yang lebih penting bagi kesuksesan seorang
wirausahawan adalah pengetahuannya seputar area yang menjadi wilayah
operasinya. Karena telah akrab dengan lingkungan area yang dipilihnya, mereka
memiliki kemampuan untuk mengenali pola-pola tertentu pada saat pola-pola
tersebut terbentuk, serta keyakinan diri untuk menemukan elemen-elemen yang
hilang.
Menurut Timmons, ciri peluang
bisnis adalah atraktif, tahan lama, timing yang tepat, serta terkait dengan
produk dan layanan yang menciptakan nilai bagi pelanggan atau pengguna akhir.
Agar sebuah peluang memiliki ciri-ciri tersebut, maka window of opportunity harus terbuka untuk jangka waktu yang relatif
lama, feasible, memberi keunggulan
kompetitif, dan tentu saja menguntungkan dengan return yang menjanjikan. Wirausahawan adalah seorang yang optimis. Pada
saat orang lain menganggap suatu hal sebagai masalah, maka seorang wirausahawan
justru melihatnya sebagai sebuah peluang.
Beragam jenis peluang muncul
sebagai hasil dari perubahan situasi, yang tidak jarang mengakibatkan
kekacauan, kebingungan, persaingan, kesenjangan informasi dan pengetahuan,
serta berbagai kekosongan lainnya dalam sebuah industri atau pasar. Kemampuan melihat
peluang merupakan ketrampilan tersendiri, yang untuk menguasainya terntu saja
diperlukan latihan secara terus-menerus. Dalam rangka melatih mental guna
mengenali peluang-peluang bisnis yang ada, Anita Roddick, pendiri Body Shop
Inc., menyarankan para calon wirausahawan untuk bertanya pada diri mereka
sendiri pertanyaan-pertanyaan berikut.
1.
Produk apa atau layanan apa sajakah
yang menjadikan kehidupan saya lebih mudah dan lebih menyenangkan?
2.
Apa yang membuat saya merasa jengkel
dan marah?
3.
Produk atau layanan apa sajakah yang
akan mampu mengatasi perasaan jengkel dan marah tersebut?
Dalam hal ini, Roddick
mengisyaratkan bahwa salah satu cara paling mudah untuk mengenali peluang
bisnis adalah dengan pertama-tama melihat kepada diri sendiri. Peluang inilah
yang disebut oleh Marrioti, DeSalvo, dan Towle dengan peluang internal.
Marrioti dan kawan-kawan
berpendapat bahwa kita bisa melatih fikiran kita untuk mengenali peluang yang
ada dengan cara memikirkan empat akar peluang, yaitu:
a.
Masalah.
Bisakah diciptakan sebuah bisnis yang dapat membantu memecahkan masalah yang
dihadapi oleh diri sendiri maupun oleh orang lain?
b.
Perubahan.
Setiap perubahan dapat menciptakan peluang bisnis, seperti perubahan dalam
peraturan, situasi, maupun trend.
c.
Penemuan.
Walaupun tidak menemukan sesuatu, namun seorang calon wirausahawan dapat mencari
cara yang kreatif untuk menjual atau memasarkan sebuah penemuan baru. Bahkan mungkin
dapat menjadi orang pertama dalam komunitas yang membuat penemuan baru.
d.
Kompetisi.
Jika tidak menemukan cara untuk mengalahkan pesaing, wirausahawan dapat
menciptakan sebuah bisnis yang berhasil melalui produk dan layanan yang
dimiliki. Dapatkah produk yang kita miliki dibuat lebih cepat, lebih murah,
atau lebih andal?
Sejatinya peran dasar dari sebuah
kewirausahaan adalah mengenali dan memanfaatkan peluang. Stevenson melihat
peluang sebagai pengenalan dan pengakuan terhadap kondidi masa depan yang
diharapkan melibatkan pertumbuhan atau perubahan. Disertai pula adanya
keyakinan bahwa pencapaian kondisi tersebut memang memungkinkan.
Peluang diciptakan dan dibangun
dengan menggunakan ide-ide serta kreativitas kewirausahaan. Ide-ide yang ada
berinteraksi dengan dunia nyata serta kreativitas kewirausahaan pada suatu
titik waktu. Hasil dari interkasi ini adalah sebuah peluang bisnis. Hanya seorang
wirausahawan yang memiliki kredibilitas, kreativitas, serta berani mengambil
keputusanlah yang dapat berhasil memanfaatkan peluang-peluang yang ada.
Candu kesuksesan melekat kepada
ketajaman untuk selalu melihat dan ‘menerkam’ peluang. Seorang wirausahawan
harus memiliki ketrampilan untuk melihat peluang-peluang yang tidak dapat
dilihat oleh orang lain. Namun, sekadar melihatnya saja tidak akan berarti
apa-apa. Seorang wirausahawan harus berperan sebagai implementor, yaitu
kemampuan untuk memberikan perhatian pada hal-hal rinci, berorientasi
operasional, serta mengurusi perusahaan. Seorang wirausahawan tidak cukup hanya
memiliki kreativitas dan inovasi. Ia harus memiliki komitmen, bersedia mengambil
tindakan dalam kerangka waktu yang sangat singkat serta mengejar peluang dengan
cepat.
Kebanyakan orang menganggap bahwa
berwirausaha adalah hal yang sulit, benarkah demikian? Jika menurut sebagian
besar orang menganggap bahwa menjadi seorang wirausahawan adalah yang sulit,
mungkin memang benar. Akan tetapi, bagaimana dengan pendapat sedikit orang yang
mengatakan bahwa berwirausaha adalah sesuatu hal yang mudah? Itu juga bisa jadi
benar. Untuk menjelaskan kedua hal yang sangat berbeda tersebut, mari kita
lihat contoh pengalaman berikut ini.
Pengalaman 1
Bambang adalah seorang anak yang
pandai dalam hal berhitung. Menurutnya bahwa berhitung tidaklah sesulit seperti
anggapan kebanyakan orang. Menurutnya, berhitung adalah hal yang mengasyikkan. Apakah
rahasia Bambang si anak pandai berhitung ini? Tidak ada. Bambang hanya
menguasai dan memahami konsep dasar dalam berhitung.
Pengalaman 2
Berbeda dengan Bambang, Budi
justru sangat tidak menyukai berhitung. Bahkan menghitung angka sederhana pun
dia tak mampu. Menurutnya berhitung adalah hal yang paling sulit di dunia.
Mengapa? Karena Budi tidak paham akan konsep berhitung. Hanya itu. Budi tidak
paham dengan konsep dalam berhitung.
Dari kedua contoh pengalaman di
atas, kita dapat menyimpulakan bagaimana bisa ada dua pendapat yang sangat
berlainan. Hal tersebut hanya karena masalah paham atau tidak paham dengan
konsep berwirausaha.
Seorang wirausahawan harus dapat
mempelajari dinamika kehidupan masyarakat dan menciptakan peluang, yaitu dengan
cara mempelajari (SWOT):
1.
Adakah kekuatan (strength) yang mendukung usaha.
2.
Kelemahan (weakness) yang membatasi atau menghambat usaha.
3.
Dimana ada peluang (opportunity).
4.
Apa saja yang mengancam (thread) usaha.
Menurut Dr. D. J. Schwartz, ada 5 tata
cara dalam memanfaatkan peluang bisnis, yaitu:
1.
Percaya dan yakin bahwa usaha bisa
dilaksanakan
Mempunyai sikap
optimis adalah suatu keharusan bagi seorang wirausahawan. Itu sebabnya seorang
wirausahawan harus percaya dan yakin bahwa dirinya dapat dan mampu menjalankan
atau melaksanakan sebuah usaha.
2.
Jangan hadiri lingkungan yang statis
akan melumpuhkan pikiran wirausaha
Jangan sekali-sekali
seorang wirausahawan muda dan baru dalam dunia kewirausahaan memasuki
lingkungan yang dapat melumpuhkan pikiran wirausaha karena salah satu faktor
yang dapat menyebabkan seseorang enggan menjadi seorang wirausahawan adalah
faktor lingkungan.
3.
Setiap hari bertanyalah pada diri
sendiri ‘bagaimana saya dapat melakukan usaha dengan baik?’
Pertanyaan
seperti itu bisa menjadi cambuk bagi seorang wirausahawan yang lalai dalam
tugasnya. Jika terbiasa menanyakan pertanyaan retorik seperti di atas, maka
wirausahawan tidak akan pernah lengah dalam menjalankan usahanya.
4.
Bertanyalah dan dengarkanlah
Sebagai seorang
yang merasa punya segalanya setelah menjadi wirausahawan, terkadang seorang
wirausahawan tidak pernah menanyakan kepada orang lain bagaimana pendapat
mereka atau apa saran mereka agar usahanya tetap berkembang. Ada baiknya
wirausahawan bertanya pendapat orang lain dan meminta kritik dan saran pada
mereka agar usahanya tetap berkembang.
5.
Perluas pikiran anda
Cara ini
berguna agar seorang wirausahawan tidak mempunyai pandangan yang sempit tentang
suatu masalah sehingga membatasi kreativitasnya. Memperluas pikiran juga bisa
menambah daya imajinasi yang akan berdampak pada kreativitas.
Seorang wirausaha berperan baik
secara internal maupun eksternal. Secara internal, seorang wirausaha berperan dalam
mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan
diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang
wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan
terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha,
tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
Menurunnya tingkat pengangguran
berdampak terhadap naiknya pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat, serta
tumbuhnya perekonomian secara nasional. Selain itu, berdampak pula terhadap menurunnya
tingkat kriminalitas yang biasanya ditimbulkan oleh karena tingginya
pengangguran.
Peluang
Kewirausahaan di Indonesia
Pada tahun 2006, data Biro Pusat
Statistik (BPS) menunjukkan di Indonesia terdapat 48,9 juta usaha kecil dan
menengah (UKM) menyerap 80% tenaga kerja serta menyumbang 62% dari PDB (di luar
migas). Sekilas, data tersebut memberikan gambaran betapa besarnya aktivitas
kewirausahaan di Indonesia dan dampaknya bagi kemajuan ekonomi bangsa.
Terlebih lagi ditambahkan dengan
data hasil penelitian dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM) yang
menunjukkan bahwa pada tahun yang sama, di Indonesia terdapat 19,3% penduduk
berusia 18-64 tahun yang terlibat dalam mengembangkan bisnis baru (usia bisnis
kurang dari 42 bulan). Ini merupakan yang tertinggi kedua di Asia setelah
Philipina (20,4%) dan di atas China (16,2%) serta Singapura (4,9%).
Namun di sisi lain, data BPS pada
tahun yang sama juga menunjukkan masih terdapat 11 juta penduduk Indonesia
masih menganggur dari 106 juta angkatan kerja, serta 37 juta penduduk Indonesia
masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Fakta-fakta tersebut seakan-akan
menunjukkan bahwa kewirausahaan di Indonesia tidak dapat memberikan sumbangan
yang positif bagi kesejahteraan bangsa.
Padahal seorang pakar
kewirausahaan, David McClelland mengatakan bahwa jika 2% saja penduduk sebuah
negara terlibat aktif dalam kewirausahaan, maka dapat dipastikan bahwa negara
tersebut akan sejahteran. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Profesor Edward
Lazear dari Stanford University yang mengatakan bahwa wirausahawan adalah
pelaku paling penting dari kegiatan ekonomi modern saat ini.
Dengan adanya artikel tentang
kewirausahaan di Indonesia, seharusnya masyarakat Indonesia lebih banyak yang
tergugah untuk melakukan kegiatan kewirausahaan karena telah banyak orang lebih
dulu sukses dalam berwirausaha. Sebenarnya, Indonesia adalah negara terkaya dan
serba ada. Dan tugas kita sebagai penduduknya untuk mengolah dan memanfaatkan apa
yang telah ada menjadi barang yang lebih berguna. Lebih menyukai produk dalam
negeri daripada produk luar negeri akan membantu para wirausahawan dari dalam
negeri.
Menurutku, peluang wirausaha di
Indonesia lebih banyak daripada di negara lain. Negara kita adalah negara yang
serba ada dan sumber daya manusianya juga tidak kekurangan daya imajinasi. Hanya
niat dan tekad yang bulat yang kita butuhkan untuk menjadi seorang wirausaha.
Referensi:
4. http://bisnisdagangusaha.blogspot.com/2010/01/quo-vadis-kewirausahaan-di-indonesia.html#more